Sekitar awal tahun 1954
Gubernur Sumatera Utara (Medan) Mr. S.M. Amin, Residen Aceh Abd. Razak dan
pembesar-pembesar daerah lainnya dengan dideking oleh sebuah kompi Brimob
mengunjungi Pesantren Darussalam. Setibanya gubernur dan rombongan di pintu
gerbang Darussalam, kami dan rakyat sekitarnya telah siap menunggu kedatangan
rombongan gubernur dengan upacara sambutan ala Darussalam. Seterusnya kami
persilahkan gubernur dan rombongan untuk mengambil tempat di kursi yang telah
kami sediakan, sedangkan di antara
gubernur dan residen tersedia kursi yang masih kosong, kemudian saya (Tgk.
Keumala) menjemput Abuya untuk menghadiri majelis. Setibanya Abuya di pintu
ruangan, saya berseru: “Dengan hormat para undangan berdiri!”. Abuya masuk
ruangan. Setelah Abuya menyalami gubernur dan residen, “para undangan mohon
duduk kembali!”. Seterusnya majelis dibuka oleh Nyak Diwan. “Bapak Gubernur
dipersilahkan!”...
Inti sari pidato gubernur :
“Pemerintah
sangat bersedih hati dan prihatin atas meletusnya peristiwa DI/TII di Aceh ini,
yang telah banyak menelan korban, baik harta benda dan nyawa maupun sarana dan
prasarana lainnya. Oleh karena itu marilah kita bersama-sama bahu membahu
berusaha untuk menciptakan keamanan dan kedamaian, sehingga kita dapat
melaksanakan tugas sehari-hari yang menyangkut dengan agama dan negara.
Seterusnya atas nama pemerintah gubernur menyampaikan rasa terima kasih yang
sebanyak-banyaknya kepada Abuya yang telah memberikan sumbangsih yang
sebesar-besarnya kepada terciptanya kembali keamanan di daerah Aceh khususnya
dan daerah-daerah lain pada umumnya di Indonesia.”
Demikian gubernur.
Abuya dipersilahkan!
Intisari kata sambutan Abuya:
“Peristiwa Aceh
yang dahsyat itu berasal dari salah penafsiran nash Qur’an dan Hadits oleh para
ulama yang telah mendukung peristiwa tersebut, oleh karenanya andai kata para
ulama itu dapat didatangkan atau datang ke Darussalam ini, insya Allah saya
akan dapat memberikan penafsiran yang benar tentang hukum peristiwa yang sedang
bergejolak”.
Demikian Abuya.
Seterusnya para
hadirin beristirahat sambil minum teh, lalu saya (Tgk. Keumala) mendekati
gubernur memohon kepadanya atas nama Abuya dan ribuan murid di Darussalam agar
diberikan sebuah kantor pos pembantu di Labuhan Haji, demi kemudahan kami tentang urusan pos. Gubernur menjawab :
“Ya! Saya terima dan saya laksanakan.” Itulah kantor pos Labuhan Haji. Akhirnya
gubernur dan rombongan meninggalkam Darussalam.
Tidak lama setelah gubernur
mengunjungi Darussalam Abuya diundang oleh presiden RI I Soekarno ke Jakarta,
kami rasa undangan ini sangat rapat hubungannya dengan isi kungjungan gubernur
ke Darussalam. Rupanya undangan ini bukan saja kepada Abuya akan tetapi
undangan yang sama ditujukan kepada tokoh-tokoh ulama di daerahnya
masing-masing ada peristiwa yang sama, sekalipun tidak serupa. Di antara tokoh
ulama Aceh yang diundang antara lain Abuya sendiri, Abu Hasan Krueng Kalee dan
beberapa orang pengikutnya. Berangkatlah mereka melalui bandara Polonia Medan
yang mana saya sendiri (Tgk. Keumala) ikut
mengantarkan mereka ke bandara. Setibanya di Jakarta Abuya menemui
puluhan tokoh-tokoh ulama daerah yang diantara lain dari Padang, Jawa Barat,
Maluku, dan lain-lain. Setelah berkumpul para ulama-ulama di istana negara,
lalu presiden mennyatakan selamat datang dan menyampaikan maksud dan tujuan
undangannya. Presiden berkata : “Saya minta kepada para ulama yang hadir untuk
merumuskan nama keberadaan dan kedudukan saya sebagai Presiden RI.”
Lalu para ulama merumuskan dan sepakat atas usulan Abuya dengan
nama :
اُوْلىِ اْلاَمْرِ الضَّرُوْرِى بِالشَّوْكَةَ
Ulil Amri adh-Dharuuriy bisy syaukah
(Pemimpin Tertinggi Darurat Panglima Angkatan Bersenjata R.I)
Menurut riwayat lain, ketika Abuya Muda datang menemui para alim ulam diseluruh indonesia, saat itu tidak semua para ulama setuju mengangkat Soekarno Menjadi pemimpin negara, karena secara islam syarat menjadi seorang pemimpin haruslah menguasai beberapa ketentuna islam. Namun lain halnya dengan Abuya, saat itu abuya menjelaskan bahwa kepemimpinan Soekarno adalah sah, saat itulah beliau menyuruh para alim ulama untuk membaca sebuah kitab yang bernama "Tuhfatul Muhtaj", sebuah kitab yang menjelaskan tentang kumpulan rincian masalah hukum fiqih dalam islam. (kitab ini merupakan kitab tertinggi untuk semua kalangan pesantren di aceh). Setelah itu maka para ulama membaca kitab tersebut dan juga membaca beberapa kitab yang disarankan oleh Abuya selain kitab Tuhfah. Al-Hasil pendapat pada awalnya mereka mengatakan Soekarno tidak sah secara islam dan sekarang mereka mengakui bahwa apa yang diungkapkan oleh Abuya adalah benar. Saat itulah Soekarno dinobatkan sebagai Presiden Pertama R.I.
Setelah
memutuskan nama yang telah disepakati, lalu Abuya sebagai ketua majelis dengan
didampingi Menteri Agama K.H. Masykur melaporkan kepada Presiden, dan Presiden
mengucapkan banyak-banyak terima kasih. Akhirnya para ulama meninggalkan istana
menuju ke daerahnya masing-masing. Dan kepada abauya khususnya presiden
menghadiahkan satu unit mesin listrik bertenaga tinggi, mesin itu dimuatkan di
Medan melalui Gubernur Sumatera Utara Mr. S.M. Amin ke dalam sebuah kapal laut.
Abuya, Bupati Aceh Selatan (Kamarusyid) dan saya sendiri (Tgk. Keumala) ikut
bersama-sama melalui laut menuju Aceh Selatan. Inilah satu-satunya mesin
listrik dari pesantren pesantren lainnya di daerah Aceh.
Sumber :
Buku Ayah Kami
(Abuya Prof. Dr. Tgk. H. Muhibbuddin Waly)
Thanks for reading & sharing SEJARAH ACEH
0 komentar:
Post a Comment