Pada masa Sultan Zainal
Abidin Bahrain Syah berkuasa kira-kira
pada 797 H (1395 M), sultan dari kerajaan Islam Samudra Pasai itu, telah
mengirimkan serombongan mubaligh Islam di bawah pemimpin Malik Ibrahim, seorang
guru besar dari Perguruan Islam di Pasai, ke pulau Jawa, yakni Gresik (Jawa
Timur) dengan tujuan mengembangkan agama Islam di Jawa. Malik Ibrahim
mendirikan perguruan Tinggi Islam di Gresik dan Ampel. Beliau memulai dakwah
pengembangan Islam dan mendidik para santrinya menempuh sistem pondok
pesantren. Hingga dengan demikian guru besar ini dipandang sebagai Bapak
Pesantren di Jawa dan sekitarnya.
Adapun
guru pada perguruan atau pesantren yang beliau dirikan itu pada umumnya berasal
dari Pasai. Di antara guru-guru itu ada saudara muda Maulana Malik Ibrahim yang
bernama Maulana Ishaq, beliau juga menjadi ulama dan mubaligh Islam seperti
abangnya. Perlu kita catat bahwa Maulana Ishaq mempunyai beberapa orang anak,
diantaranya dua orang yang amat penting berhubungan dengan kedudukannya di
dalam walisanga (sembilan wali). Kedua orang putranya itu ialah Raden Paku atau
Sunan Giri yang bernama Syeikh ‘Ainul Yaqin, dan adiknya Sunan Gunung Jati yang
nama aslinya Syarif Hidayatullah. Dua orang wali ini bersaudara lain ibu. Sunan
Giri dari ibu salah seorang putri Adipati Blambangan, seorang pangeran
Majapahit. Sedangkan Sunan Gunung Jati dari ibu seorang putri keturunan
bangsawan Quraisy dari Makkah.
Sunan
Giri adalah murid dan menantu Sunan Ngampel atau Sunan Ampel yang nama kecilnya
adlaah Raden Rahmat. Beliau adalah putra Maulana Malik Ibrahim dari istri beliau
yang ibunya keturunan Arab di Campa (Kamboja). Diperkirakan bahwa beliau baru
menetap di Jawa pada tahun 1413 M, yakni kurang lebih 12 tahun setelah ayahnya
wafat, Maulana Malik Ibrahim. Melihat bahwa Maulana Malik Ibrahim berasal dari
Pasai, maka Sunan Ampel adalah anak dari istri Maulana Malik Ibrahim pada waktu
beliau di Pasai. Jadi sunan Ampel dilahirkan di Aceh. Dan sebelumnya beliau ke
Jawa Timur dan menetap di Ampel, di kota Surabaya, beliau merantau ke Palembang
menemui bupati kerajaan Majapahit, bupati Arya Damar yang langsung
di-Islamkannya. Disamping itu pula karena ada kaitannya dengan Gresik sebagai
salah satu bandar perdagangan yang amat ramai di bawah kemakmuran kerajaan
Majapahit.
Sejak
kecil Sunan Ampel telah mewarisi kepemimpinan dari orang tuanya, Maulana Malik
Ibrahim. Setelah ayahnya wafat, para santri dari ayahandanya ini menyerahkan
kepemimpinan pesantren ke Sunan Ampel dan beliau telah berhasil menyebarkan
agama Islam dan menanamkan rasa simpati terhadap penguasa Majapahit pada khususnya
dan masyarakat pada umumnya, sehingga nama beliau harum sebagai pecinta
ketertiban dan kedamaian.
Sunan
Drajat yang bernama Raden Qasim, menurut riwayat lain adalah putra Sunan Ampel.
Abanya Sunan Bonang nama aslinya Maulana Ibrahim. Sebab Sunan Ampel telah
diambil menantu oleh Adipati Tuban (Raja Tuban), Ario Tejo, dan menjadi suami
Nyi Gede Manila atau Dewi Condrowati.
Sunan
Qudus yang dikenal dengan nama Raden Amir Haji dan dinamakan juga dengan Sy.
Ja’far Shiddiq adalah menantu Sunan Bonang dari putri beliau, Dewi Siti Rohil.
Karena hubungan Sunan Qudus yang begitu rapat dengan Sunan Bonang, maka ia
diambil menantu olehnya, dan ia murid pilihan beliau.
Sunan
Kalijaga yang bernama Raden Syahid adalah saudara kandung Nyi Gede Manila,
Istri Sunan Ampel. Maka hubungan ipar. Dengan demikian maka Adipati Wiwatikta
atau Tumenggung Ario Tejo, yakni ayah Sunan Kalijaga, yang menjadi penguasa
daerah pantai utara pulau Jawa sebelah timur di tuban itu, mempunyai anak
kandung serta menantu yang keduanya adalah waliyullah, pertalian keluarga
antara Sunan Kalijaga dengan Sunan Ampel lebih erat lagi karena Sunan Kalijaga
beristri Dewi Siti Sarah, saudara kandung Sunan Guru dan saudara lain ibu
dengan Sunan Gunung Jati, ketiganya putra dan putri dari Maulana Ishak adik
Maulana Malik Ibrahim ayah Sunan Ampel.
Sunan
Gunung Jati, yang ketika mudanya bernama Raden Abdul Qadir yang nama lainnya
ialah Syarif Hidayatullah, adalah putra Maulana Ishaq. Dengan demikian maka
beliau adalah adik Sunan Giri lain ibu, yakni putri keturunan Quraisy dari
Makkah.
Raden
Patah adalah seorang santri Sunan Ampel yang paling dekat. Ia lahir tahun 1455
M. Beliau adalah putra Sri Ketabumi, Raja Majapahit terkahir yang memerinta
antara tahun 1474-1478 M, saat paling penuh kemelut yang termashyur di Asia
Tenggara ini. Jadi beliau adalah seorang Pangeran Majapahit. Beliau memakai
gelar Al-Fatah Alamsyah Akbar, raja kerajaan Demak atau Bintoro sebagai suatu
kerajaan penerus Majapahit. Beliualah cikal bakal yang menururunkan raja-raja
di Jawa hingga sekarang yang memakai gelar Sultan atau Sunan. Meskipun tidak
masuk dalam walisanga beliau dianggap sebagai raja muslim saleh yang berjuan
untuk kepentingan Islam.
Sunan
Muria yang ketika mudanya dikenal dengan nama Raden Prawoto atau Raden Sa’id
bin Raden Syahid, beristri Dewi Siti Sujinah, kakak dari Sunan Kudus. Karena
itu hubungan keluarga antara Sunan Muria dengan Sunan Kudus adalah saudara ipar.
Beliau seorang ahli tasauf dan beliau didampingi oleh putranya Raden Santri.
Para wali dan ulama menganggap Sunan Muria sebagai sesepuh yang ‘arif dan
sangat dihormati.
Itulah
walisanga, yang merupakan ikatan keluarga di antara para wali, yang
memperlihatkan kepada kita berapa keberhasilan mereka membangun generasi anak
cucu selaku kader-kader penerus untuk kepentingan Islam dan masyarakat. Dan
dalam asal-usul kelahiran atau pengembangan agama Islam dalam arti yang luas.
Secara langsung ataupun tidak langsung mereka tidak terlepas dari Aceh.
Sumber :
Buku Ayah Kami (Abuya Prof. Dr. Tgk. H. Muhibbuddin Waly)
Thanks for reading & sharing SEJARAH ACEH
0 komentar:
Post a Comment